Kamis, 26 Maret 2009

Salut


Masih ingatkan khan waktu kita duduk malam-malam kemarin, sepoi angin berhembus perlahan, suara jangkrik membisingi rerumputan, dengan pandangan lepas, dihiasi gemerlip bintang-bintang, kerlip lampu-lampu kota, berada jauh disana gemuruh ombak bersahutan memekakkan telinga.

Seperti bisanya aku duduk bersila disampingmu, dengan renyahnya kita ngobrol tentang hari-hari kita, harapan, rindu, manja dan apapun yang mengisi jarak pertemuan sebelumnya.

Obrolan semakin hangat, kita semkain berdekatan, sila kakiku kau tumpangi dengan sila kakimu, tangan kirimu yang menempel di kakiku, aku pegang erat-erat, terkadang aku pijit jemarimu disela–sela kita ngobrol, ketika tanganku diam, tanganmu gentian mengelus-elus punggung tanganku, sesekali ku tempelkan telapak tanganku dipipimu saat kau bersikap manja. rasanya sangat dekat sekali.
“mas… ku kangen,” rengekmu.
“ku juga kangen nok, aku masih disini sayannk,”

Kata-kata itu selelu terucap setengah jam sekali, bisanyanya kau langsung menyunggingkan senyum manismu sembari mencubit kecil punggung tanganku, kubalas dengan simpul senyumku, seperti biasanya meskipun berdekatan, dengan lirih aku memanggilnya,
“nok….” Ku memanggil lirih
“ya sayaank,” jawabnya dengan tatapan teduh
“I love you” ucapku lagi
“I love you too sayaaaank,” jawabmu lugu.

Perasaan semakin dekat, kau kembali mengelus-elus tanganku dengan penuh kelembutan.
Tak terasa jam tangan yang selelu menempel ditangan kirimu menunjukkan pukul 20.15 WIB, malam semakin peket.
“waktunya sudah mau habis mas, tapi aku masih kangeeen sayaang,”
“ya aku juga tambah kangen sayaang,” jawabku.

Masih ingat khan, kita ogah-ogahan untuk beranjak pergi, genggamanmu semakin aku pegang erat-erat, yang mungkin bisa aku jadikan modal pengantar tidurku nanti. Kamu merengek rasanya tak mau pisahkan oleh waktu, bawaanya ingin bersama terus.
Kau raih telapak tanganku dan kau tempelkan sembari kau elus-eluskan di rona pipimu, seakan ada kerinduan untuk selelu minta dibelai.

Sebenarnya aku juga tidak tau, atau karena dorongan apa, sengaja atau tidak, tiba-tiba aku mengecup ubun-ubun kepalamu, hanya ubun-ubun, aku tidak berani mengecup yang lebih dari itu, entah kening, pipi, apalagi merah bibrimu.
Saya kira setelah aku kecup ubun-ubunmu itu, kau merasa senang atau setidaknya ini hadiah untuk mengantarmu tidur nanti, ternyata kenyataanya berbeda.

Kau diam tanpa kata, membisu. Kupandangi wajahmu, pipimu memerah, keningmu mengekerut, seakan tersimpan kesedihan yang sangat mendalam dibalik kecupanku tadi.
“maafkan aku ya nok,” pintaku.
Kau diam tak membalasnya. Kau masih kelihatan termenung, bahkan matamu berkaca-kaca.
“sekali lagi aku benar-benar minta maaf nok, atas kelancanganku ini,” pintaku mengulangi
“kenapa kau lakukan itu mas?,”
“aku tidak tau nok, tadi reflek saja, maaf kan aku aya nook…. Aku benar-benar khilaf nok, maafkan aku, aku rela berbuat apapun asal nok memaafkanku”
“sebenarnya aku takut mas, dengan kecupanmu tadi, di lain waktu nanti mas menganggap aku rendah,”
“masksudnya?,” tanyaku.
“mungkin saja mas menganggapku sebagai wanita gampangan atau murahan,”
“nggak sayaang, maafkan aku ya nok,”
“heem mas, ku maafkan, jangan diulangi lagi yaaa,” pintanya.
“ya sayaang,”
“ ya udah pulang yuk, dah malam,” pintamu dengan melempar senyum manismu sembari kau cubit tanganku.

***
Semalaman aku tidak bisa tidur, memikirkan sikapku dan kata-katamu tadi, ku raih HP dan ku kirim sms untuk mu.
“maafkan aku ya nok, aku sangat salut padamu, kamu memeng special nok,”
“ ya sayaangku, jangan di ulangi lagi ya!!, I love u kekasihku…” jawabmu.

Huuuuh lega rasanya. Pertama sudah mandapatkan maaf, yang kedua bener-bener mendapatkan orang yang menurutku spesial.