Selasa, 13 September 2011

Kematian Itu

Edit
Kematian Itu..........
by Amin Fauzi on Saturday, October 2, 2010 at 9:50pm

Air mata Aghata Suganjar (60) tak kunjung terhenti, nafasnya tersengal menahan agar bulir-bilir bening dari matanya itu tak keluar, dia tetap tidak kuasa, air matanya tetap membasahi pipi keriputnya yang sudah menua. liadahnya kelu, tenggorokannya serasa tercekak karena tidak kuat menahan isak.



*****

Masih teringat jelas dalam pikiran Nenek yang tinggal di tinggal di Desa Keji, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang ini . Enam bulan silam, anaknya Marieta Catur Yenny Septanti (29), menantunya, Bayu Sakti (33), dan cucunya Sebastian Fidelio (4), satu persatu berpamitan menciumi punggung tangannya. Mereka pindah ke kota Bogor, berdekatan dengan tempat kerjanya. Selama enam bulan itu juga, mereka tidak pulang, tidak bertukar kabar. Lebaran juga tak kunjung pulang.

Hati Aghata merindu, kangen dengan cerita-cerita manja anaknya, rengek, tangis, dan tawa cucunya.

Tak jarang Aghata melamun berharap kepulangan anak dan cucunya itu. Seperti yang dikatakan penyair Helena Adriany, Aghata sedang mengalami kerinduan yang berpeluh.



****

Pada Jumat (1/10), pukul 20.00 wib, Aghata ditelfon anaknya, kalau saat itu dia masih di kereta Senja Utama menuju Semarang, esoknya akan sampai ke rumah ibunda Aghata. Senyum Aghata mengembang, hatinya berdebar, esok akan ketemu anak, menantu, dan cucunya. harapannya akan terbukti. “Rindu memang pedih. Tapi perjumpaan mengobati. Rindu memang ngilu. Namun pertemuan yang menyembuhkan,” mungkin itu yang ada dalam hati Aghata.



*****

Namun, siapa yang bisa menebak datangnya kematian, kebahagiaan, atau mungkin pergeseran waktu sekalipun.

Esok harinya, …. Esok harinya….. sekitar pukul 03.00 WIB, kereta api Senja Utama yang membawa Bayu Sakti (33), Marieta Catur Yenny Septanti (29), Sebastian Fidelio (4), dan rautusan penumpang lainnya ditabrak oleh Kereta Argo Anggrek jurusan Jakarta-Surabaya di dekat di Stasiun Petarukan Kabupaten Pemalang, Jateng. Gerbong ke-9 Senja Utama hancur sedangkan gerbong ke-8 terbalik dan keluar dari rel.

Gerbong ke-9 luluh lantak, organ-organ tubuh penumpang berpencar dipematang-pematang sawah, darah segar nyinyir di antara reruntuhan gerbong, 35 orang tewas, puluhan penumpang meradang kesakitan, ada yang kehilangan tangan, ada yang kakinya hilang.

Di lokasi kejadi kejadian, lalu lintas lumpuh, bunyi sirine terus maraung-raung, lalu lalng manusia dalam keadaan panik, tapi jauh di sudut Desa Keji, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang, Aghata menelan sepi. Sepi yang benar-banar sunyi mendengar kecelakaan naas yang menewaskan anaknya itu. Harapan dan kerinduannya luluh lantak lantak dibalik reruntuhan gerbong-gerbong itu.

Tatapan Aghata kosong meski kedua matanya terlihat mengamati tetangga rumahnya yang menata kursi dan orang-orang yang berdatangan menunggu jenazah anak-anaknya yang akan di semayamkan di rumahnya tersebut.

*****

Ya, kemataian memang datang tanpa terjadwalkan, dari mana, kapan, dan bagaimana cara kematian itu datang. kematian itu sangat dekat, bahkan lebih dekat dari siapapun dan apapun yang bakal datang menghampiri kita, sebagaimana pula kata penyair: Setiap yang bakal datang itu dekat //Lebih dekat lagi adalah kematian// itulah kematian….



Turut berbela Sungkawa atas kecelakaan KA Senja Utama dan KA Argo Anggrek di Stasiun Petarukan Pemalang



Ungaran, 2 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar